OLAHAN IKAN TRADISIONAL: SUMBER BAKTERI PROBIOTIK SEKALIGUS ANTISIPASI BAHAYA KIMIA
Dari sampel yang diperoleh dari Jawa, Madura, dan Lombok, diketahui bahwa produk perikanan tradisional mengandung potensi sebagai sumber probiotik. Probiotik adalah organisme yang apabila dikonsumsi dapat mendukung kesehatan inangnya. Bakteri yang berhasil diisolasi tersebut merupakan jenis Enterococcus durans.
Enterococcus merupakan kelompok bakteri yang umum hidup di saluran pencernaan binatang. Artinya, bakteri jenis tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi saluran pencernaan dan bekerja menghasilkan enzim untuk membantu pencernaan inang. Enzim yang dihasilkan oleh jenis bakteri Enterooccus meliputi protease yang memecah protein, amilase yang memecah amilum, dan lipase yang memecah lemak1. Enterococcus juga dikenal mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella typhii penyebab tifus dan Escherichia coli penyebab diare2.
Potensi sebaran bakteri probiotik tersebut rupanya tidak menyeluruh. Hasil temuan tim peneliti Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR menemukan pada beberapa wilayah tidak banyak mengandung bakteri, bahkan ada yang tidak menunjukkan koloni bakteri ketika di kultur. Kondisi ini sebenarnya menunjukkan secara tidak langsung pengolah ikan menggunakan pengawet, meskipun belum diketahui jenis pengawet yang digunakan. Perlu antisipasi lebih lanjut apabila pengawet yang digunakan merupakan jenis pengawet berbahaya seperti formalin3,4. Penelitian terkait kandungan formalin pada produk perikanan sering dilakukan, meskipun belum mewakilili jumlah produk perikanan yang ada.
Selain pengawet kimia, terdapat juga bahaya nitrosamin yang merupakan senyawa turunan dari nitrit dan asam amino bebas5. Nitrit dapat diperoleh secara alami dari garam yang digunakan untuk pengawet ikan, sedangkan amino diperoleh dari degradasi protein ikan. Nitrosamin dikenal sebagai penyebab kanker nasofaring untuk etnis tertentu, tidak pada semua etnis. Kandungan nitrosamin juga perlu diperhatikan mengingat bahan berbahaya tersebut dapat terjadi secara alami apabila proses pengolahan ikan tidak dilakukan dengan baik dan higiene.
Sebagai penutup, dapat diketahui bahwa produk perikanan tradisional merupakan sumber probiotik yang baik bagi kesehatan. Meskipun demikian, proses pengolahan ikan tradisional perlu diperhatikan dengan menghindari pengawet kimia berbahaya serta peningkatan penggunaan metode pengolahan yang lebih higiene. Kedua strategi tersebut diharapkan mampu menjadi landasan penguatan ekonomi masyarakat pengolah ikan ke depan. Tentunya, dengan diimbangi dengan peningkatan distribusi dan pengemasan yang lebih higiene, menarik, dan aman.
Referensi
1Ramakrishnan, V., Balakrishnan, B., Rai, A.K., Narayan, B. and Halami, P.M., 2012. Concomitant production of lipase, protease and enterocin by Enterococcus faecium NCIM5363 and Enterococcus durans NCIM5427 isolated from fish processing waste. International Aquatic Research, 4(1), p.14.
2Nes, I.F., Diep, D.B. and Holo, H., 2007. Bacteriocin diversity in Streptococcus and Enterococcus. Journal of bacteriology, 189(4), pp.1189-1198.
3Hastuti, S., 2016. Analisis kualitatif dan kuantitatif formaldehid pada ikan asin di Madura. Agrointek, 4(2), pp.132-137.
4Telaumbanua, S. and Putri, H., 2012. Studi identifikasi kandungan formalin pada ikan pindang di pasar tradisional dan modern Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 1(2).
5Yurchenko, S. and Mölder, U., 2006. Volatile N-nitrosamines in various fish products. Food chemistry, 96(2), pp.325-333.
Penulis
Heru Pramono
Departemen Kelautan
Email: heru.pramono@fpk.unair.ac.id