CULTURE CELL LINE E-11 UNTUK PROPAGASI VIRUS TILV
Dalam menunjang riset skala internasional, Fakultas Veterinary memiliki 8 laboratorium diantaranya laboratorium bakteriologi, patologi, parasitologi, virologi, hematologi dan biokimia klinikal, serologi, biologik, dan kesehatan umum (https://vet.upm.edu.my/department-1902). Sebuah kesempatan emas ketika diberi peluang mengunjungi laboratorium kultur sel jaringan dan laboratorium histopatology dan dikenalkan dengan Mahasiswa program Master dan Doktor diantaranya Nadirah Abu Nor (PhD student, Vacccine and Therapeutic), Roslindawani Md Nor (PhD student, Pathology), Batrisya Syazana (Master, Microbiology), Aliyyah Ahmad (Master, Immunology). Sebuah kehormatan, kita juga diizinkan masuk ke lab. kultur jaringan bahkan diberi kesempatan untuk mendemokan teknis metode kultur cell line E-11 oleh Mahasiswi program PhD, Kak Linda dan Kak Aan. Dalam kesempatan ini penulis akan menguraikan singkat tentang proses kultur cell E-11 dan epidemiologi emerging viral TiLV.
Akhir-akhir ini di beberapa daerah Indonesia terjadi kasus kematian pada budidaya ikan nila secara massal di Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi penyakit TiLV seperti yang terjadi di Israel. Virus ini merupakan genus dari famili Orthomyxoviridae, yang mereplikasi di inti sel pada jaringan ikan. TiLV yang pertama kali dilaporkan terjadi di Israel menyebar ke Ekuador dan Kolombia dan ke beberapa negara seperti Mesir, Thailand, India, serta Malaysia. Walaupun belum diketahui penyebab kematiannya, namun bila dilihat dari gejala klinis yang terlihat kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi virus. Namun permasalahan utama di Indonesia adalah kesulitan stok kultur cell line untuk propagasi virus TiLV. Tujuan dari visiting laboratorium kultur jaringan sel di Fakulti Veterinary, Universiti Putra Malaysia ini adalah bagaimana dapat melakukan kultur cell line virus TiLV pada media L-15.
Persiapan kultur sel line diawali dengan menyediakan media kultur komplit yaitu L-15 Leibovitz (Gibco, Denmark) yang dilengkapi suplemen 5% fetal bovine serum (FBS), 2mM Glutamine dan 1% antibiotik-antimikotik (Gambar 1). Sedangkan Cell Line Origin berasal dari Snakehead fish (whole fry tissue, Fibroblast; European Collection of Authenticated Cell Cultures (ECACC) UK) yang digunakan adalah sel-sel E-11 monolayer. Secara singkat, sel E-11 monolayer dikultur dalam flask 25-cm2 selama 14 hari (80-90% konfluen), selanjutnya sel akan dikultur kembali (passage/sub-kultur) untuk memperbanyak sel dan sebagian akan disimpan sebagai stok kultur. Dalam proses subkultur, sel monolayer yang telah konfluen dicuci dua kali dengan larutan Hanks’ balanced salt solution (HBSS; Gibco, Denmark), lalu ditambahkan enzim trypsin-EDTA (1 ml selama 3 menit, pada suhu 370C) untuk melepaskan ikatan protein antar sel dan ikatan sel dengan dasar flask. Sel yang terlepas akan terlihat mengapung yang dapat diamati di bawah mikroskop inverted (Nikon Eclipse TS100). Sel yang terlepas kemudian dimasukkan ke dalam velcon tube 15 ml dan disentrifugasi sebelum akhirnya ditambahkan media komplit yang baru dan siap untuk di subkultur dan sebagian disimpan sebagai stok kultur. Jumlah untuk subkultur, bergantung kepada kepadatan dari sel itu sendiri, dimana biasanya dari satu flask 25-cm2 sel kultur dapat di kultur kembali sebanyak 2 – 3 flask sel kultur. Stok kultur cell line E-11 disimpan pada suhu-800C dan dilanjutkan ke nitrogen cair sampai siap digunakan kembali.

Pengmatan Cell Line E-11 di mikroskop inverted (Nikon Eclipse TS100)
Penulis
Rozi, S.Pi.,M.Biotech
Departemen MKI-BP
Email: rozi@fpk.unair.ac.id