Fenomena bioluminescense adalah fenomena yang amat jarang terjadi, fenomena unik ini terjadi karena adanya suatu reaksi kimia yang dialami oleh makhluk hidup yang dapat mengeluarkan cahaya sehingga pada malam hari laut nampak indah seperti mendapat ratusan cahaya lampu. Senyawa luciferin yang terdapat pada organisme dapat mengalami reaksi yang dikatalis oleh enzim luciferase sehingga menghasilkan air biru khas yang hanya bertahan hingga 100 millisecond. Bioluminescence dapat dihasilkan sebagai bentuk pertahanan mikroorganisme terhadap predator. Dalam hal ini mikroorganisme yang dimaksud adalah spesies alga yang berbahaya atau dikenal dengan istilah HABs (Harmful Algae Blooms) species sehingga umumnya akhir dari keindahan cahaya biru tersebut adalah fenomena red tide yang mengancam kematian organisme laut lainnya seperti ikan (The Science Times, 2020).
Fenomena cahaya atau yang lebih sering disebut ‘Glow in The Dark’ ini bersumber dari berbagai organisme laut diantaranya adalah ostracoda, beberapa jenis ikan, plankton, ubur-ubur dan masih banyak organisme lainnya. Fenomena unik dan indah ini tidak terjadi setiap hari, pada 17/03/2021 bioluminescence terjadi di Pantai Laguna, California dan berhasil didokumentasikan oleh fotografer Mark Girardeau dan Patrick Coyne (Marin Independent Journal, 2021). Selain itu, di Selandia Baru ditemukan pula tiga spesies hiu yang bersinar di dasar laut (BBC News Indonesia, 2021).
Di Indonesia, fenomena bioluminescence ini juga pernah terjadi, salah satunya dilaporkan di Lampung pada 29/12/2019. Berdasarkan hasil penelitian tim ahli Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, fenomena di Lampung ini berasal dari plankton Gonyaulax sp. yang merupakan salah satu HABs species (Kompas, 2019). Pada kejadian lain di Indonesia, Pringgenies (2021) melaporkan sumber cahaya pada cumi-cumi yang diisolasi dari laut Jepara dan berdasarkan studi histologi diketahui bahwa cumi-cumi memiliki sepasang organ cahaya yang menempel pada dorso-lateral kantung tinta.
Fenomena bioluminescence sangat langka dan terjadi dengan cepat, sehingga kesempatan mengabadikan momen ini tidak mudah didapatkan. Akan tetapi dibalik keindahan pantulan cahaya biru di lautan, seringkali peristiwa ini berakhir dengan peristiwa yang merugikan organisme lainnya, seperti kejadian bioluminescence akibat HABs species.
Bioluminescence yang terjadi di Lampung pada 2019 (Sumber: kompas.com)
Referensi:
BBC News Indonesia. 2021. Ditemukan ‘hiu yang bersinar dalam gelap’ di perairan Selandia Baru. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56260953. Diakses pada 22/03/2021
Kompas. 2019. Mengapa Plankton Bisa Bikin Laut Lampung Menyala Biru Saat Malam Hari?. https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/30/123847965/mengapa-plankton-bisa-bikin-laut-lampung-menyala-biru-saat-malam-hari?page=all. Diakses pada 22/03/2021
Marin Independent Journal. 2021. Epic footage shows glowing blue waves on California coast. https://www.marinij.com/2021/03/19/epic-footage-shows-glowing-blue-waves-in-laguna-beach/. Diakses pada 22/03/2021
Pringgenies, D. 2012. Fenomena Bioluminesensi Cumi-Cumi (Loligo duvauceli) Berasal dari Bakteri Simbion. Jurnal Harpodon Borneo, 5(1): 63-73
The Science Times. 2020. Bioluminescent Waves on California Coast have Turned into Red Tide that Smells Like Sulfur: Why is That?. https://www.sciencetimes.com/articles/25680/20200513/bioluminescent-waves-california-coast-turned-red-tide-smells-sulfur-why.htm. Diakses pada 22/03/2021
Penulis : Melinda Kusuma Ningrum (Akukultur, 2019)
Editor : Esza Rezky Amaliandini