Close
Pendaftaran
FPK UNAIR

KAJI DAMPAK PEMBANGUNAN METROPOLITAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN PESISIR: KAJIAN KOLABORASI BEM FPK DENGAN KOMUNITAS SCHOOL OF COASTAL ENVIRONMENT (SCHOOVE)

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

KAJI DAMPAK PEMBANGUNAN METROPOLITAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN PESISIR: KAJIAN KOLABORASI BEM FPK DENGAN KOMUNITAS SCHOOL OF COASTAL ENVIRONMENT (SCHOOVE)

Bagikan

Berita FPK – Setelah sukses membuat kajian kolaborasi dengan Kementrian Sosial Politik BEM UNAIR, Departemen Kajian Strategis BEM FPK UNAIR kembali membuat sebuah kajian kolaborasi dengan Schoove komunitas pecinta lingkungan di Surabaya. Kajian tersebut membahas tentang permasalahan dampak pembangunan metropolitan terhadap degradasi lingkungan pesisir. “Schoove dan Departemen Kajian Strategis memiliki fokus yang sama dalam hal mengkaji dan mencari solusi dari kebijakan dan permasalahan dunia maritim, termasuk permasalahan lingkungan pesisir”, jelas Salma Nada selaku Kepala Departemen Kajian Strategis BEM FPK saat ditanya apa yang melatarbelakangi program kolaborasi tersebut.

Kajian yang bertajuk “Empowering Youth Coastal Leader” tersebut mengkaji isu pesisir dari tiga lintas prespektif yaitu prespektif akademisi, pegiat lingkungan, dan pemuda.  Pada prespektif akademisi pada kajian kali ini (28/09/19) menghadirkan Eka Saputra S.Pi., M.Si selaku Dosen di Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR, pada prespektif pegiat lingkungan menghadirkan Wahyu Eka Setyawan seorang anggota dari komunitas Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), dan dari prespektif pemuda menghadirkan Dicky Dwi Rizky mahasiswa FPIK Universitas Brawijaya Malang yang aktif dalam banyak kegiatan lingkungan.

Kajian yang dilaksanakan di Ruang Kuliah C-402 FPK UNAIR  bertujuan membuka wawasan serta meningkatkan kepedulian pemuda terhadap kelestarian pesisir.  “Empowering Youth Coastal Leader (EYL) sendiri merupakan sedikit upaya dari kami untuk membuka wawasan para pemuda untuk lebih memahami lingkungan pesisir tidak hanya dari kondisi alamnya tetapi juga dari segi sosial dan budaya yang ada” terang Fadhil selaku Ketua Komunitas Schoove.

Kajian tersebut memang disasarkan pada pemuda sebagai penggerak serta pelopor aksi peduli lingkungan pesisir. “Pemuda disini merupakan pemeran utama sebagai awal dari gerakan perubahan dimana bila kami dapat merangkul mereka dalam sebuah naungan yang bersifat membangun, maka nantinya pemuda itu sendiri yang akan memimpin kegiatan koservasi dalam niatan yang baik pula” sambung Fadhil.

Degradasi lingkungan pesisir seringkali menjadi sebuah akibat dari aktivitas pembangunan kota yang tidak tepat guna, salah satu contohnya adalah alih fungsi lahan di kawasan pesisir. Menurut Wahyu Eka, kasus alih fungsi lahan di kawasan pesisir tersebut merupakan sebuah kegagalan dalam upaya memadukan modernisasi atau pembangunan kota dengan upaya konservasi lingkungan. Dampaknya adalah mulai dari kerusakan lingkungan hingga hilangnya lapangan pekerjaan masyarakat setempat.

Permasalahan pesisir memang begitu kompleks termasuk upaya penanganannya. Menurut Eka Saputra, kebijakan penanganan masalah pesisir saat ini belum optimal dikarenakan informasi dan data yang mendasarinya kurang valid dan tidak bisa dijadikan acuan. Seringkali data berdasarkan teori berbeda jauh dengan apa yang terjadi di lapangan. Perlu dilakukan kajian mendalam untuk mendapatkan sebuah data valid berupa Fishery Dependent Data maupun Fishery Independent Data.

Menurut Dicky, pendekatan yang keliru juga menjadi hambatan dalam upaya penanganan masalah pesisir. “Dalam konteks ini masyarakat harus terlibat dan menjadi aktor pembangunan pesisir, sehingga pendekatan melalui budaya menjadi sangat penting. Budaya adat istiadat tidak bisa dihilangkan” sambung Dicky.

Salah satu kasus pemanfaatan lahan pesisir yang tidak tepta guna adalah pembukaan wilayah pariwisata pada lahan yang telah rusak. “Ada istilah tentang reproduksi ruang, itu adalah pemanfaatan lahan rusak yang seolah-olah menjadi lahan produktif, misalnya pemanfaatan untuk pariwisata. Padahal sebenarnya hal itu justru beresiko besar terhadap kerusakan dan degradasi lingkungan pesisir itu sendiri” jelas Wahyu Eka.

“Problem lingkungan tidak bisa berdiri sendiri, maka penanganannya harus serempak dan intensif” tutup Wahyu Eka dalam penyampaian materinya.

Penulis
Akbar Al Ishaqi
Mahasiswa FPK
Email:  akbar24maulana05@gmail.com

Loading

5/5