LIMBAH UDANG VANNAME SEBAGAI BAHAN GLUCOSAMIN UNTUK OBAT TRADITIONAL
Udang merupakan bahan makanan sangat diminati di Indonesia, kayak akan nutrisi dan menyehatkan. Rendahnya kandungan lemak jenuh rendah dan sumber protein tinggi merupakan faktor yang membuat udang menjadi komoditas unggulan di Indonesia. Selama ini pemanfaatan terhadap udang masih terbatas untuk keperluan konsumsi saja. Kulit atau cangkang udang memiliki banyak nilai ekonomi yang belum termanfaatkan, khususnya di Indonesia. Faktor usia menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang mengurangi kemampuan untuk bekerja. Masalah yang sering dihadapi pada fase ini adalah masalah pada tulang dan sendi, seperti Osthearthritis dan Osteophorosis. Glucosamin (C6H13O6) merupakan gula amino dan prekusor penting dalam sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glucosamin merupakan salah satu monoksakarida yang banyak dijumpai. Glucosamin mengandung asam amino yang diperlukan oleh orang-orang yang mempunyai permasalahan Ostheophorosis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa konsumsi glukosamin berpengaruh terhadap pengurangan rasa nyeri pada sendi, membantu perbaikan sendi, dan membantu melindungi kerusakan tulang rawan.
Hasil produksi udang yang tinggi dari tambak di Indonesia berarti tingginya jumlah cangkang atau kulit udang yang terbuang sebagai limbah. Limbah industri udang dapat mencapai 30% lebih dari total bobot awalnya. Padahal dengan sentuhan teknologi, limbah cangkang tersebut dapat mendatangkan nilai kemanfaatan dan keuntungan yang tinggi. Cangkang udang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi chitin dan chitosan yang dapat dimanfaatkan berbagai industri kosmetik, pangan dan pengawet makanan. Apabila diolah lebih lanjut, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dan suplemen khususnya menyangkut kesehatan tulang, sendi karena adanya kandungan glucosamin.
Industri pengolahan glucosamin dari cangkang udang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. Industri pengolahan limbah udang menjadi glucosamine banyak dilakukan oleh Jepang dan Amerika, sehingga harga jual produk glucosamin di Indonesia menjadi sangat mahal karena impor. Padahal Indonesia kaya akan hasil perikanan dan laut (dalam hal ini udang) yang bisa digunakan sebagai sumber glucosamin.
Glucosamin dibuat dari cangkang udang vanname (Litopeaneus vanname). Cangkang udang tersebut merupakan limbah kepala, ekor dan kulit udang yang terutama diperoleh dari hasil proses molting dan hasil dari limbah pengolahan udang kupas. Berat cangkang udang (raw material) yang dapat diperoleh dari perusahaan sebesar 30% dari total berat udang. Dalam hal ini jika dilakukan perhitungan dari total panen udang berdasarkan area, dalam satu siklus sebesar 600 ton dalam satu siklus. Dalam hal ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa bahan baku cangkang udang yang pasti tersedia untuk dapat diolah menjadi glucosamin sebanyak 180 ton dalam waktu 3-4 bulan.Oleh karena itu diharapkan teknologi pengolahan cangkang udang menjadi glucosamin di Indonesia diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan tulang dan sendi di Indonesia.
Penulis
Daruti Dinda Nindarwi
Departemen MKI-BP
Email: daruti-dinda-n@fpk.unair.ac.id