MIKROALGA SEBAGAI BAHAN BAKU POTENSIAL UNTUK MASA DEPAN BIDANG PERIKANAN
Mikroalga adalah organisme yang berukuran mikro yang dapat hidup di perairan tawar, laut atau payau. Dalam siklus hidupnya, mikroalga membutuhkan cahaya matahari, air dan sumber karbon. Mikroalga mendapatkan nutrisi dari air sebagai habitat hidupnya, mengabsorbsi cahaya matahari, menangkap karbondioksida dari udara dan memproduksi sekitar 50% oksigen ke atmosfer. Mikrolaga juga memiliki sistem biologi yang efisien untuk memanfaat cahaya matahari dalam memproduksi komponen organik.
Saat ini mikrolaga sudah dikembangkan secara komersial sebagai sumber nutrisi untuk kebutuhan manusia, hewan, dan pakan ikan, produk kosmetik, pigment, biofertilzer, atau sebagai sumber antimikroba dan juga sebagai sumber bahan baku untuk bahan bakar. Oleh sebab itu, pengembangan atau riset mengenai mikrolaga ini sangat menjanjikan di masa depan dan bisa menjadi produk unggulan perikanan Indonesia mengingat luas perairan negara Indonesia lebih luas dibandingkan dengan daratan.
Proses produksi mikroalga terdiri dari beberapa tahap yaitu proses kultivasi, pemanenan dan proses ektraksi. Setiap jenis mikroalga memiliki karakteristik yang unik. Oleh sebab itu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, diperlukan proses optimasi pada setiap langkah produksi, contohnya pada saat kultivasi, pemanenan atau proses ektraksi komponen aktif. Perbedaan karakteristik ini, bisa dijadikan peluang riset yang sangat besar untuk bidang perikanan dan khsusunya dalam bidang pemanfaatan sebagai bahan baku yang perlu masih digali dan ditingkatkan nilai jualnya (value added products).
Mikroalga sebagai sumber pangan perikanan memiliki keunggulan diantaranya sebagai sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan nasi, sayuran atau gandum. Asam lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid (FUFA)) sebagai sumber nutrisi dapat diformulasikan atau ditambahkan ke dalam makanan bayi yang untuk perkembangan otak dan mata, juga sebagai key component dari jaringan hati. Mikroalga juga mengandung sterol dan DHA (ω3 fatty acid) yang apabila dikonsumsi oleh manusia (adults) bisa digunakan untuk mengobati penyakit kardiovaskular.
Pigmen dari mikroalga dapat dijadikan sebagai sumber pewarna alami, seperti carotenoids dan phycobiliproteins. Carotenoids terdiri dari lebih 400 jenis dan hanya beberapa yang sudah dikomersialisasikan, diantaranya β-carotene, astaxanthin lutein, zeaxanthin dan lycopene. Astaxanthin banyak digunakan sebagai bahan pakan untuk budidaya salmon. Rata-rata pasar kebutuhan pigmen astaxanthin untuk budidaya mencapai US$ 200 juta per tahun dengan harga rata-rata US$ 2500/kg dan sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan pasar produksinya masih didominasi oleh sintesis pigmen. Phycobiliproteins terdiri dari phycocyanin dan phycoerythrin. Kelompok ini terutama phycocyanin banyak digunakan sebagai sumber pewarna pamakan, kosmetik (lipstik dan eyeliner) untuk mensubstitusi pewarna sintetis. Saat ini phycobiliproteins banyak digunakan di bidang industri dan untuk kebutuhan riset bidang immunologi.
Beberapa komponen aktif dari mikroalga juga bisa digunakan sebagai bahan kosmetik atau skin care. Selain itu, microalga juga bisa digunakan untuk mengatasi masalah lingkungan seperti bioremediasi dan menyerap karbondioksida dari udara (CO2) dan menghasilkan oksigen ke udara untuk meminimalisir global warming. Oleh karenanya, berdasarkan beberapa uraian di atas maka mikroalga adalah sumber bahan baku perikanan yang sangat potensial dan perlu lebih lanjut untuk diteliti dari dari mulai budidaya sampai dengan berbagai peningkatan nilai tambah baik untuk pangan, pakan, pharmaceutical, bioremediasi, maupun sumber bahan bakar.
Referensi
Apt KE, Behrens PW. Commercial developments in microalgal biotechnology. J Phycol., 1999, 35: 215–26.
Hejazi, M A and Wijffels, R H. Milking of microalgae. Trends Biotechnol., 2004, 22, 189–194.
Moreno-Garcia L, Adjallé K, Barnabé S, Raghavan G. Microalgae biomass production for a biorefinery system: recent advances and the way towards sustain- ability. Renew Sustain Energy Rev., 2017, 76: 493–506.
Nigam PS, and Singh A. Production of liquid biofuels from renewable resources. Prog Energy Combust Sci., 2011, 37: 52–68.
Richmond A. Biological principles of mass cultivation. Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied Phycology, 2004. p. 125–77.
Singh A, Nigam PS, Murphy JD. Mechanism and challenges in commercialisation of algal biofuels. Bioresour Technol., 2011, 102: 26–34.
Spolaore P, Joannis-Cassan C, Duran E, Isambert A. Commercial application of microalgae. J. Biosci. Bioeng., 2006, 101(2): 87–96.
Suganya T, Varman M, Masjuki H, Renganathan S. Macroalgae and microalgae as a potential source for commercial applications along with biofuels production: a biorefinery approach. Renew Sustain Energy Rev., 2016, 55: 909–41.
Rizwan M, Mujtaba G, Memon, SA, Lee K, Rashid N. Exploring the potential of microalgae for new biotechnology application and beyond: a review. Renewable and sustainable energy reviews, 2018, 92: 394-404.
Vílchez C, Garbayo I, Lobato MV, Vega JM. Microalgae-mediated chemicals production and wastes removal. Enzyme Microb. Technol., 1997, 20, 562–572.
Penulis
Patmawati
Departemen Kelautan
Email: patmawati.wahyudin@gmail.com