“The mitochondria in the cells throughout our bodies are responsible for creating 90% of the energy needed to sustain life and support organ function. When mitochondria malfunction, organs start to fail – people get sick, and even die”.
Tulisan ini di tulis dihalaman depan website yang bernama United Mitochondrial Disease Foundation (https://www.umdf.org), yang menunjukkan betapa pentingnya salah satu organel ini di dalam sebuah sel. Yuk kita kenal lebih mendalam tentang mitochondrion.

Gambar. Ultrastructure mitochondrion (https://www.umdf.org)
Pada gambar diatas merupakan ultrastruktur dari mitochondrion (jamak: mitochondria) yang ada dalam sel. Organel ini terdiri dari lipatan-lipatan yang seperti pita. Dalam lipatan tersebut tersebar ribosom, granules, DNA, ATP synthase particle. Dalam lipatan itu juga terisi matrix yang dibatasi oleh inner dan outer membrane. Karena memiliki dua lapir inilah, mitochondrion disebut double-membranse bound organelle yang hampir ditemukan disemua organisme Eukariot. Ukuran mitochondrion berkisar antara 0.75-3 μm² luasnya, dan jumlahny dalam setiap sel tergantung organisme, jaringan dan tipe selnya. Sebagai contoh, sel darah merah tidak memiliki mitochondria, namun pada organ lainnya seperti jantung, sel-selnya memiliki lebih dari 2.000 mitochondria (Albert et al. 1994; Voet et al., 2006).
Fungsi Mitochondrion
Yang paling signifikan fungsi mitochondrial dalam sel adalah mampu penghasilkan energy langsung untuk kehidupan sel seperti ATP yang dipecah menjadi ADP dengan melepas energy pada proses metabolism (Voet et al., 2006). Fungsi lainnya adalah melakukan konversi energy baik selama aerobic maupun anaerobic respirasi. Pada tanaman juga mampu menhasilkan ATP pada kondisi anaerob dengan menggunakan nitrit sebagai alternative substrate. Selain itu, dalam mitochondria juga terjadi daur asam citric atau yang lebih dikenal dengan siklus Krebs. Fungsi tambahan lainnya seperti:
- Menghasilkan signal melalui reaktivasi oksigen species (Li et al., 2013)
- Melakukan pengaturan pada potensial membrane (Voet et al., 2006).
- Mampu melakukan penghancuran pada sel-sel yang telah mati (Green, 1998)
- Melakukan pengaturan dalam metabolism sel (Hajnóczky et al., 2006)
- Reaksi sintesis heme tertentu (McBride et al., 2006)
- Mampu mensitesa steroid (Rossier, 2006); dan
- Mampu menghasilkan signal secara hormonal (Klinge, 2008). Mitochondrial sangat sensitive dan responsive terhadap hormone khususnya pada bagian mitochondrial estrogen receptor (mtERS) yang khususnya ditemukan dalam sel otak (Alvarez-Delgado et al., 2010) dan jantung (Pavon et al., 2012).
Penyakit yang diakibatkan kegagalan Mitochondria
Penyakit mitokondria adalah hasil dari mutasi yang diwariskan atau spontan pada mtDNA atau nDNA yang menyebabkan perubahan fungsi protein atau molekul RNA yang biasanya berada di mitokondria. Namun, masalah dengan fungsi mitokondria hanya dapat mempengaruhi jaringan tertentu saja sebagai akibat dari faktor-faktor yang terjadi selama pengembangan dan pertumbuhan yang belum dipahami secara lebih mendalam. Karena mitokondria melakukan begitu banyak fungsi berbeda di jaringan yang berbeda, ada ratusan penyakit mitokondria yang berbeda. Setiap kelainan menghasilkan spektrum kelainan yang dapat membingungkan pasien dan dokter pada tahap awal diagnosis. Genocopy adalah penyakit yang disebabkan oleh mutasi yang sama tetapi mungkin tidak terlihat sama secara klinis. Selain Genocopy, Phenocopies juga mungkin terjadi akibat kegagalam pada mitochondria. Berbagai mutasi pada mtDNA dan nDNA dapat menyebabkan penyakit yang sama atau dalam istilah dalam genetika ini dikenal sebagai fenocopies. Contoh penyakitnya adalah sindrom Leigh, yang dapat disebabkan oleh sejumlah ketidak normalan gen yang berbeda. Sindrom Leigh, awalnya dideskripsikan sebagai kelainan neuropatologis otak pada anak, dijelaskan oleh Denis Leigh, dokter Inggris terkemuka, pada tahun 1951. Syndrome ini ditandai dengan adanya abnormalitas MRI simetris bilateral pada bagian batang otak, otak kecil, dan ganglia basal, dan sering disertai dengan peningkatan kadar asam laktat dalam darah atau cairan serebrospinal yang cukup tinggi. Sindrom Leigh dapat disebabkan oleh mutasi NARP, mutasi MERRF, defisiensi kompleks I, defisiensi sitokrom oksidase (COX), defisiensi piruvat dehidrogenase (PDH), dan perubahan DNA lainnya yang tidak dipetakan. Namun, tidak semua anak dengan kelainan DNA ini akan mengembangkan sindrom Leigh (www.umdf.org). Masih penasaran tentang pentingnya mitochondria dalam sel, simak terus edisi berikutnya. Salam.
Referensi
Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P (1994). Molecular Biology of the Cell. New York: Garland Publishing Inc. ISBN 978-0-8153-3218-3.
Voet D, Voet JG, Pratt CW (2006). Fundamentals of Biochemistry (2nd ed.). John Wiley and Sons, Inc. pp. 547, 556. ISBN 978-0-471-21495-3.
Stoimenova M, Igamberdiev AU, Gupta KJ, Hill RD (July 2007). “Nitrite-driven anaerobic ATP synthesis in barley and rice root mitochondria”. Planta. 226 (2): 465–474.
Li X, Fang P, Mai J, Choi ET, Wang H, Yang XF (February 2013). “Targeting mitochondrial reactive oxygen species as novel therapy for inflammatory diseases and cancers”. Journal of Hematology & Oncology. 6 (19): 19. Green DR (September 1998). “Apoptotic pathways: the roads to ruin”. Cell. 94 (6): 695–698.
Hajnóczky G, Csordás G, Das S, Garcia-Perez C, Saotome M, Sinha Roy S, Yi M (2006). “Mitochondrial calcium signalling and cell death: approaches for assessing the role of mitochondrial Ca2+ uptake in apoptosis”. Cell Calcium. 40 (5–6): 553–560.
McBride HM, Neuspiel M, Wasiak S (July 2006). “Mitochondria: more than just a powerhouse”. Current Biology. 16 (14): R551–60.
Rossier MF (August 2006). “T channels and steroid biosynthesis: in search of a link with mitochondria”. Cell Calcium. 40 (2): 155–164.
Klinge CM (December 2008). “Estrogenic control of mitochondrial function and biogenesis”. Journal of Cellular Biochemistry. 105 (6): 1342–1351.
Alvarez-Delgado C, Mendoza-Rodríguez CA, Picazo O, Cerbón M (August 2010). “Different expression of alpha and beta mitochondrial estrogen receptors in the aging rat brain: interaction with respiratory complex V”. Experimental Gerontology. 45(7–8): 580–585.
Pavón N, Martínez-Abundis E, Hernández L, Gallardo-Pérez JC, Alvarez-Delgado C, Cerbón M, Pérez-Torres I, Aranda A, Chávez E (October 2012). “Sexual hormones: effects on cardiac and mitochondrial activity after ischemia-reperfusion in adult rats. Gender difference”. The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology. 132 (1–2): 135–146.
Penulis:
Sapto Andriyono
(Departemen Kelautan)
Email: sapto.andriyono@fpk.unair.ac.id