Warta FPK – Pandemi membuat semua tatanan pendidikan berubah 100% dimana semula dilakukan dengan interaksi secara langsung kini menjadi secara virtual. Hal tersebut tentu membosankan bagi sebagian mahasiswa. Namun, berbeda dengan dua orang mahasiswa berprestasi FPK angkatan 2018 dan 2019 ini, Aliffiansyah Rizky Ergion dan Yolandha Sephiani Nurhafifah. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR ini berhasil mendapat Juara 3 dalam ajang Lomba Essai Nasional BIOEXPO 2021 yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA FKIP Universitas Jambi.
Ketika dihubungi tim Humas FPK UNAIR (4/4/2021), Yolandha – sapaan akrabnya merupakan mahasiswa angkatan 2019 dan Aliffiansyah Rizky Ergion yang merupakan mahasiswa angkatan 2018 mengaku termotivasi dengan gelar yang sedang diemban saat ini sebagai Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES)
“Aku sama mas Alif ingin menunjukkan bahwa gelar MAWAPRES FPK yang kita emban sekarang itu ga cuma predikat waktu pemilihan MAWAPRES aja, tetapi juga amanah dari Dosen dan warga FPK lainnya agar dapat memotivasi juga mengajak teman-teman FPK lainnya untuk terus berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik,” ungkap Yolandha.
Melihat situasi di tengah pandemi, akhirnya mereka mengusung judul “Mask Gabut: Inovasi Masker Ramah Lingkungan Berbahan Nanofiber dan Filter Catridge dengan Metode Electrospinning sebagai Upaya Optimalisasi Limbah Kulit Udang dan Sabut Kelapa dalam Meningkatkan Filtrasi Covid-19”.
“Fenomena mencuci ulang masker sekali pakai atau penggunaan masker berbahan tipis yang kemampuan filtrasinya diragukan banyak kita temui membuat prihatin. Padahal pemerintah telah menganjurkan penerapan protokol kesehatan 5M, namun beberapa masyarakat masih kurang memahami urgensi penggunaan masker yang menjadi poin utama 5M. Bahan sekali pakai tersebut mengindikasi bahwa masyarakat masih kurang peduli terhadap bahan dan cara pemakaian masker yang tepat. Oleh karena itu, ide kami adalah mengolah kulit udang menjadi nanofiber dengan penambahan filter catridge dari sabut kelapa dengan menggunakan metode electrospinning. Selain itu, ini merupakan upaya pengoptimalisasian kulit udang dan sabut kelapa yang mulanya merupakan produk bernilai rendah (low price) agar menjadi tinggi (high price)”.
Bagi mereka berdua, kemaslahatan lebih utama daripada kemenangan yang hanya sebagai bonus. “Harapannya apabila masker ini bisa terealisasi, kita dapat menciptakan masker yang dapat dipakai berulang dan hanya perlu mengganti filter secara rutin untuk menjaga efektivitas filtrasi, serta harganya relatif terjangkau karena berbahan dasar limbah”.
Kendati demikian, perjalanan dua orang mahasiswa tersebut dalam mengikuti ajang perlombaan tidak berjalan dengan mulus terus. “Kita udh ikut beberapa lomba sebelumnya dan tentu saja ga semuanya berbuah hasil yang baik. Dari kegagalan tersebut kita evaluasi lagi apa yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Kita juga berpegang teguh pada nasihat Dosen kami, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang pasti menyakitkan, tapi dari proses tersebut hasilnya akan memuaskan,” tambahnya.
Alif – sapaan akrab mahasiswa angkatan 2018, berpesan kepada seluruh mahasiswa FPK “Pandemi bukan pembatas diri kita untuk berprestasi, mengeksplorasi hal-hal baru atau melakukan kegiatan positif lain. Ini adalah momen yang tepat untuk memulai hidup baru yang lebih baik dengan kenormalan baru”. Yolandha pun menambahkan, “Jangan takut sebelum memulai. Jangan menyerah sebelum berjuang.”
Penulis : Desi Ramadhani (Akuakultur, 2020)
Editor : Putri Arisandi (Akuakultur, 2019)