HUMAS FPK – Jumat (16/7/21), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Riset Perikanan Tuna (LRPT) berupaya melakukan riset sekaligus inovasi dalam mengidentifikasi populasi ikan banyar. Upaya ini juga dilakukan secara bersama dengan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), yang berfokus pada perairan selatan Jawa dan Bali.
Dalam melakukan riset KKP berfokus dengan menggunakan metode otolith. Metode tersebut dinilai berpengaruh signifikan dalam menelusuri stok dan struktur hasil tangkapan ikan. Dengan demikian keberadaan sumber daya perikanan dapat diatur dan dikelola secara berkelanjutan.
Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja, mengungkapkan bahwa kegitan ini juga merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya tiga program prioritas KKP. Perlu diingat kembali ketiga program tersebut untuk peningkatan PNBP dari sumber daya alam perikanan tangkap, pengembangan perikanan budidaya didukung riset, dan pembangunan kampung-kampung perikanan berbasis kearifan lokal.
“Dengan riset dan inovasi, kita dapat menggali potensi tersebut demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, serta meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan ekonomi nasional,” tekannya.
Arief Wujdi, selaku peneliti LRPT, turut memberikan penjelasan terkait metode otolith. Ia menjelaskan bahwa otolith (tulang telinga ikan) secara permanen dapat mengindikasikan riwayat hidup dan lingkungan, sehingga mampu menginterpretasikan parameter lingkungan seperti temperatur dan salinitas (kadar garam). Selain itu ia juga menambahkan, melalui otolith dapat mengetahui pertumbuhan dan proses migrasi reproduksi.
“Sampel otolith yang dikumpulkan sebanyak 159 dari empat lokasi yaitu Palabuhanratu, Pacitan, Muncar, dan Kedonganan pada periode 2016 dan 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bentuk otolith bervariasi antar populasi. Nampak variasi dapat ditemui pada berbagai bagian otolith yaitu: excisura major, postrostrum dan pararostrum,” jelas Arief.
Telah diketahui faktor pendukung pergerakan ikan banyar yakni terjadinya upwelling pada bulan April hingga November di perairan selatan Jawa-Bali. Akan tetapi terdapat fase dimana upwelling melemah di bagian selatan Jawa Barat, sehingga terjadi pemisahan antara populasi barat dan timur.
“Riset memberikan pandangan baru dalam mengidentifikasi stok, dimana saat penggolonan populasi secara struktur yang menyusun stok secara keseluruhan perlu dilakukan sebagai prasyarat utama sebelum melakukan penilaian kondisi stok. Ditambah lagi jika masing-masing populasi memiliki peran yang berbeda-beda,” ujarnya.
Kesimpulannya, masih perlu dilakukan penelitian identifikasi struktur populasi hingga masa mendatang. Menggabungkan beberapa pendekatan untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Dapat juga menggunakan ikan peruaya lainnya yang tersebar meliputi kawasan perairan negara tetangga. Sehingga organisasi seperti Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs) dapat mengelola perikanan secara bersama-sama dalam basis stok yang utuh dan adil. (*)
Sumber:
https://kkp.go.id/artikel/32554-jaga-keberlanjutan-ikan-banyar-kkp-lakukan-riset-populasi. Diakses pada 17/07/2021
Penulis : Muhammad Ichwan Firmansyah (THP 2020)
Editor: Ridwansyah (Akuakultur 2019)