Kuliah yang disampaikan oleh Prof Noel Holmgren adalah mengenai manajemen perikanan (fisheries management) di Laut Baltik. Penelitian mengenai managemen perikanan di Laut Baltik ini dilaksanakan oleh berbagai negara yang berada di sekitar Laut Baltik. Latar belakang penelitian ini dilaksanakan adalah adanya dampak tekanan lingkungan (environmental pressure) salah satunya disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim (climate change) yang mempengaruhi keseimbangan antara masukan (run-off) air tawar dan aliran (inflow) air laut di Laut Baltik. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan seperti perubahan salinitas dan suhu di perairan tersebut.
Adanya perubahan kondisi lingkungan di Laut Baltik ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi biota yang ada didalamnya, khususnya adalah sumberdaya perikanan utama seperti herring (Clupea harengus), cod (Gadus morhua), dan sprat (Sprattus sprattus). Ketiga spesies tersebut saling terkait satu sama lain dalam bentuk kompetisi maupun predasi. Ikan herring cenderung berkompetisi dengan ikan sprat, sedangkan ikan cod merupakan predator bagi kedua spesies tersebut. Oleh karena itu pengelolaan yang diperlukan terhadap ketiga spesies utama di Laut Baltik ini adalah pengelolaan berbasis multi spesies.
Ekosistem Laut Baltik telah mengalami perubahan selama 4 dekade terakhir, dimana SSB (Spawning stock biomass) yang berarti biomassa stok ikan yang akan memijah dari ikan herring telah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kurangnya sumberdaya makanan dan adanya kompetisi dengan ikan sprat. Ketersediaan makanan utama dari ikan herring bergantung terhadap salinitas. Dimana saat ini perubahan salinitas maupun suhu sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Salinitas menjadi faktor yang mempengaruhi partumbuhan dan secara tidak langsung juga mempengaruhi fekunditas ikan. Oleh karena itu perubahan yang terjadi di Laut Baltik ini dapat mempengaruhi stok ketiga ikan tersebut, sehingga juga dapat merubah jasa ekosistem yang diberikan oleh ekosistem Laut Baltik terhadap produksi perikanan untuk manusia.
Namun walaupun begitu, kegiatan penangkapan di Laut Baltik tidak bertujuan untuk memaksimalkan produksi hasil tangkapan ikan. Hal ini dikarenakan spesies-spesies yang ada di Laut Baltik saling berkaitan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan stok terhadap salah satu ikan maka akan berpengaruh terhadap stok kedua ikan lainnya. Sehingga manajemen perikanan yang dilakukan haruslah berbasis multi spesies agar tidak menyebabkan “fishing down the food chain”.
Salah satu pendekatan alternatif yang dapat dilakukan untuk mengelola perikanan multispesies di Laut Baltik adalah model surplus produksi pada perikanan campuran, yang berarti mengembangkan metode untuk menghitung point acuan (reference point) bagi ketiga spesies melalui analisis SSB pada MSY (Maximum Sustainable Yield). Metode yang sebelumnya digunakan yaitu konsep analisis MSY berdasarkan model operasi stokastik pada stok (SOM-MSY) yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh kompetisi antara spesies dan interaksi mangsa dan pemangsa dalam kaitannya dengan ekologi/lingkungan khusus untuk ikan sprat dan herring. Kemudian model SOM MSY dikembangkan menjadi model MSI SOM (Multi spesies interaction) dimana model ini mengkaji ketiga spesies ekonomis yang ada di Laut Baltik beserta interaksinya (herring, sprat, dan cod). Model ini mencakup tiga model operasi stokastik (SOMs) dari ketiga spesies tersebut. Model ini juga melibatkan variabel dinamis seperti rekrutmen, pertumbuhan, mortalitas alami, dan bobot rekrutmen. Hasil yang didapatkan dari model ini adalah target nilai mortalitas penangkapan (F MSY) yang diharapkan serta nilai SSB (spawning stock biomass) pada masing-masing spesies yang disesuaikan dengan kondisi MSY dan mempertimbangkan MSY spesies lainnya. F MSY ini dapat diterapkan di Laut Baltik namun, apabila tanpa adanya analisis HCR (harvest control rule) untuk mengontrol F (mortalitas penangkapan) tersebut maka akan menghambat pemulihan stok dari ketiga spesies ikan tersebut. Sehingga analisis HCR ini menjadi penting untuk dilakukan untuk menjaga agar SSB>MSY pada ketiga spesies ikan tersebut. Hasil yang didapatkan dari model ini menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah di sekitar Laut Baltik agar tercipta pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Hal ini juga menjadi salah satu bahan acuan untuk pengelolaan perikanan di Indonesia untuk terus mengembangkan pengelolaan perikanan berbasis multispesies yang menjadi salah satu tools untuk pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.