Udang vaname merupakan jenis udang yang tengah menjadi primadona di kalangan masyarakat Indonesia dan banyak di budidayakan walaupun ukurannya lebih kecil diantara semua jenis udang tambak yang lain. Udang vaname ini juga dikenal sebagai udang yang dapat dibudidayakan dengan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap serangan hama penyakit. Udang vaname juga masuk ke dalam daftar udang yang mempunyai tingkat pertumbuhan lumayan cepat, sehingga petani tambak juga akan lebih cepat mendapatkan hasil. Oleh karenanya semakin banyak orang yang mulai tertarik membudidayakan udang vaname ini.
Lahan tambak di Indonesia mulai banyak dimanfaatkan untuk budidaya dan semakin banyak petambak muda yang mulai menggeluti usaha tambak udang vanname. Teknologi supra intensive dengan skala kecil mulai dipopulerkan. Usaha budidaya dengan teknologi supra intensive dapat memanfaatkan lahan yang terbatas. Menurut Hasanudin Atjo, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, teknologi supra intensive dapat menggunakan padat tebar benih dua kali lipat lebih banyak dari sistem intensive, yaitu berkisar 400 – 500 ekor / m2.
Saya mencoba budidaya udang vanname di Bangkalan Utara, dengan menggunakan teknologi supra intensive. Luas kolam budidaya sebesar 900 m2 dengan kepadatan 400 ekor / m2, menggunakan teknologi airhose yaitu menentukan jarak titik oksigen sebesar 60 cm serta menjaga kecerahan berkisar 20-25 cm pada posisi DOC (Day Of Culture) 40 hari ke atas, dengan usia budidaya 96 hari diperoleh hasil produksi sebanyak 3,8 – 4 ,2 ton per kolam, dengan ukuran udang size 55 (1 kg berisi 55 ekor udang) hingga size 48 (1 kg berisi 48 ekor udang) dengan FCR 1,3. Apabila disesuaikan dengan standart budidaya udang di Indonesia yang dikatakan baik apabila hasil produksi 20 ton/ha, dengan teknologi supra intensive ini bisa diperoleh hasil 57 ton / ha.
Sebagai informasi, data kualitas air yang diperoleh dengan teknologi supra intensive sistem airhose antara lain yaitu : kandungan DO air diatas 4 ppm, nilai NH4 selalu dijaga tidak lebih dari 4 ppm, No3 berkisar 10-20 ppm, Pospat berkisar 0,25 – 2 ppm, alkalinitas minimal sebesar 120 ppm. Untuk mendapatkan FCR yang terbaik dilakukan feeding program berdasarkan FR (Feeding Rate). Penggunaan feeding program akan membantu dalam efisiensi biaya operasional.
Penulis:
Daruti Dinda N
(Departemen Manajemen Kesehatan Ikan dan Budidaya Perairan)
Email: daruti-dinda-n@fpk.unair.ac.id