Close
Pendaftaran
FPK UNAIR

Ikan Capungan Banggai, Endemik Sulawesi yang Hampir Punah

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Ikan Capungan Banggai, Endemik Sulawesi yang Hampir Punah

Bagikan

Indonesia memiliki wilayah perairan 70% yang artinya keanekaragaman hewan air di Indonesia sangat banyak dan beragam. Salah satunya adalah ikan Capungan Banggai atau Banggai Cardinal Fish yang merupakan ikan hias endemik di Sulawesi, Indonesia. Ikan Capungan Banggai memiliki nama latin Pterapogon kauderni, ikan ini memiliki bentuk tubuh bulat pipih dengan mulut yang besar serta memiliki dua sirip punggung yang indah. Warna dasar tubuhnya putih kecoklatan dan dilengkapi dengan garis hitam tebal serta terdapat bintik putih  pada sirip punggung kedua, sirip ekor, sirip perut, dan sirip anal. persebaran ikan Capungan Banggai sangat terbatas, hanya terdapat di  Banggai, Sulawesi Tengah (Makatipu, 2007). Ikan Capungan Banggai memiliki 5 mikrohabitat yang ditempati yaitu bulu babi, anemon laut, karang bercabang, pasir, dan hancuran karang (Carlos et al, 2014).

Isu terkait populasi ikan Capungan Banggai menjadi salah satu perhatian. Pada tahun 2007 ikan ini didaftarkan sebagai “Endangered” pada Red List IUCN, hal tersebut terjadi karena ikan Capungan Banggai memiliki pola hidup sedentary serta site fidelity, yang diartikan bahwa ikan hidup pada kedalaman 5 sampai 6 meter yang menjadikannya tidak mudah menyebar. Faktor lain yaitu adanya perusakan habitat serta perubahan lifestyle dan persepsi masyarakat terhadap bulu babi dan anemon laut. Masyarakat Banggai mengonsumsi bulu babi dan anemon laut sebagai pola dari kehidupan tradisionalnya, namun pola konsumsi tersebut meningkat dikarenakan adanya perubahan pola kehidupan pada masyarakat, yaitu nelayan yang biasanya melaut dan mencari ikan, beralih menjadi pembudidaya rumput laut. Berkurangnya nelayan pencari ikan mengakibatkan masyarakat mencari sumber protein pengganti berupa bulu babi dan anemon laut yang hidup disekitar habitat ikan Capungan Banggai. Adanya kepercayaan masyarakat bahwa bulu babi berkhasiat sebagai afrodisiak, menjadi salah satu faktor yang menarik perhatian masyarakat untuk mengonsumsi bulu babi (Ndobe et al., 2013). Degradasi mikrohabitat merupakan penyebab utama menurunnya populasi ikan tersebut karena tidak lagi memiliki tempat untuk bersembunyi dari predator (Rahman dan Safir, 2018).

Ikan Capungan Banggai (Sumber: mongabay.co.id)

DAFTAR PUSTAKA

Carlos, N.S.T., Rondonuwu, A.B., dan Victor, N.R. 2014. Distribusi dan Kelimpahan Pterapogon kauderni Koumans, 1993 (Apogonidae) di Selat Lembeh Bagian Timur, Kota Bitung. Jurnal Ilmiah Platax, 2(3): 121-126.

Makatipu, P.C. 2007. Mengenal Ikan Hias Capungan Banggai (Pterapogon kauderni). Oseana, XXXIII(3): 1-7.

Ndobe, S., Moore, A., Salanggon, A.I.M., Muslihudin, Setyohadi, D., Herawati, E.Y., dan Soemarno. 2013. Pengelolaan Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) Melalui Konsep Ecosystem-Based Approach. Marine Fisheries, 4(2): 115-126.

Rahman, S. A dan Safir, M. 2018. Performa Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) pada Mikrohabitat yang Berbeda. Octopus, 7(2): 1-6.

https://www.mongabay.co.id/2018/07/03/ikan-cardinal-banggai-tak-akan-terbatas-lagi-kenapa/. Diakses pada 24/02/2021

Penulis: Putri Arisandi (Akuakultur 2019)

Editor: Antrika Yuniarti (Akuakultur 2018)

Loading

5/5