Close
Pendaftaran
FPK UNAIR

STANDARD SANITASI LOKASI PENANGKAPAN KERANG DI INDONESIA

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

STANDARD SANITASI LOKASI PENANGKAPAN KERANG DI INDONESIA

Bagikan

STANDARD SANITASI LOKASI PENANGKAPAN KERANG DI INDONESIA

Kerang merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi disamping komoditas ikan dan udang. Menurut Nguyen dkk dalam Jurnal Cogent Food & Agriculture, kerang darah memiliki kandungan protein sebesar 11,7-13,9 % dalam setiap 100 gram. Dilihat dari kandungan protein yang cukup tinggi ini, kerang dapat dijadikan salah satu sumber protein alternative dalam memenuhi kebutuhan gizi harian. Tapi, masih banyak orang yang takut dalam mengkonsumsi kerang karena masih banyak kepercayaan bahwa kerang hidup di daerah yang tercemar. Kerang memang hewan filter feeder, dimana hewan tersebut akan menyaring semua makanan yang masuk kedalam tubuhnya sehingga pada kenyataannya kerang memang dijadikan sebagai indikator biologi adanya pencemaran di suatu wilayah.

Pemerintah republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan melalui keputusan Menteri perikanan dan kelautan nomor 17 tahun 2004 tentang Sistem Sanitasi Kekerangan Indonesia, dimana pengelolaan kerang hasil tangkapan harus melalui mekanisme penerapan sanitasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada konsumen. Saat ini penanganan sumber daya kerang belum dilakukan penanganan yang baik, sedangkan mutu kerang didasarkan pada lokasi daerah penangkapan.

Berdasarkan peraturan tersebut ada pembagian lokasi wilayah penangkapan yang diijinkan oleh pemerintah berdasarkan kelas yakni

  1. Kelas A merupakan daerah yang diijinkan untuk dijadikan lokasi penangkapan kerang karena perairan tersebut bebas dari sumber pencemar baik kotoran, bahan beracun dan bakteri coliform faecal dalam perairan tidak lebih dari 14/100 ml air dan kurang dari 10% dari contoh mengandung bakteri colliform faecal tidak lebih dari 43/100 ml air.
  2. Kelas B merupakan daerah yang diijinkan dengan kondisi tertentu, dimana daerah ini harus dilakukan pengukuran rutin dan pelaporan terkait kondisi pencemaran. Kategori daerah B rata-rata geometric kandungan bakteri coliform faecal dalam perairan tidak melebihi 14/100 ml air dan kurang dari 10 % dari contoh mengandung bakteri coliform faecal tidak lebih dari 43/100 ml air.
  3. Kelas C merupakan daerah terbatas, dimana kerang hasil penangkapan di daerah ini harus dilakukan proses depurasi atau pemberokan sebelum kerang dijual ke pasar. Pada daerah ini kriteria median bakteri coliform faecal dari air 88/100ml dan kurang dari 10% dari contoh mengandung tidak lebih dari 260 bakteri coliform faecal per 100 ml.
  4. Kelas D merupakan kategori daerah tertutup dimana daerah ini terindikasi pencemaran tingkat tinggi oleh faecal (tinja) dan mengandung racun hayati PSP yang melebihi standard. Pada wilayah ini terlarang untuk dilakukan penangkapan kerang. daerah ini menghasilkan kekerangan dengan kandungan racun hayati (PSP) sama atau lebih besar dari 80 µg/100 gram contoh, kandungan ASP sama atau lebih besar dai 20 µg/100 gram contoh.

Referensi :

Keputusan Menteri Perikanan No. 17 Tahun 2004 tentang Sanitasi Kekerangan Indonesia.

Thanh Tri Nguyen, Yong-Jun Choi, Zuliyati Rohmah, Seok-Bong Jeong, Doo-Jin Hwang, Yong-Gil Jung & Byeong-Dae Choi | Fatih Yildiz (Reviewing Editor) (2017) Seasonal variations of nutritional components in cockles (Tegillarca granosa) processed from the Southern Coast of Korea, Cogent Food & Agriculture, 3:1.

,DOI: 10.1080/23311932.2017.1360102

Penulis:

Kustiawan Tri Pursetyo
(Departemen Kelautan)
Email: kustiawan@fpk.unair.ac.id

Loading

5/5