Dewasa ini trend memelihara ikan cupang semakin menjamur, terlebih di masa pandemi Covid-19. Kegiatan pemeliharaan ikan cupang tidak hanya sekedar mengisi aktivitas saat di rumah, melainkan dapat menjadi usaha yang cukup menjanjikan. Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 memberi dampak pada segala aspek kehidupan tak terkecuali aspek ekonomi. Adanya trend pemeliharaan ikan cupang dapat menjadi bisnis baru dengan penghasilan yang cukup besar.
Ikan cupang dengan nama ilmiah Betta sp. merupakan salah satu ikan hias yang masuk ke dalam ordo Perciformes (Kottelat, 2013). Ikan ini memiliki daya tarik terutama pada corak dan warna tubuh serta bentuk ekornya (Agus dkk., 2010). Bentuk ekor (sirip caudal) ikan cupang cukup beragam, ada yang berbentuk setengah bulan sabit (halfmoon), membulat (rounded tail), mahkota (crown tail), dan slayer (Rachmawati dkk., 2016). Secara umum, Betta sp. memiliki postur tubuh memanjang, dan jika dilihat dari anterior atau posterior bentuk tubuhnya pipih ke samping atau compressed. Mulut kecil dengan bibir tebal, sirip dorsal terletak lebih dekat dengan sirip caudal dengan bentuk relatif lebar dan terentang sampai ke belakang. Jika sirip dorsal dan caudal mengembang maka akan menyerupai kipas dengan warna yang indah. Sisik yang dimiliki Betta sp. termasuk ke dalam tipe stenoid (Yustina dkk., 2003).
Ikan cupang memiliki jenis atau spesies yang cukup banyak. Tercatat ada sebanyak 79 jenis cupang di dunia dan 51 jenis berada di Indonesia (Kottelat, 2013). Cupang yang saat ini dikenal masyarakat dan menjadi primadona di masa pandemi merupakan ikan introduksi asing (pendatang dari luar negeri). Jenis cupang hias umumnya dari spesies Betta splendens, sedangkan cupang yang sering diadu umumnya dari jenis Betta smaragdina, keduanya berasal dari Thailand (Wahyudewantoro, 2017).
Ikan cupang dapat tumbuh pada perairan tawar seperti danau, sungai dengan arus lambat, rawa, dan selokan. Dalam habitat aslinya, cupang sering sekali muncul ke permukaan guna memenuhi kebutuhan oksigen. Kemudian oksigen tersebut akan disimpan di dalam labirin, labirin pada ikan cupang merupakan alat atau organ pernafasan tambahan yang berfungsi menyimpan udara yang diambil di permukaan. Letak labirin sendiri tepatnya di bagian insang. Dengan adanya labirin, ikan cupang mampu hidup dalam kondisi perairan yang minim kandungan oksigen terlarutnya (Wahyudewantoro, 2017).
Ikan cupang merupakan kelompok ikan karnivora yang memakan hampir semua binatang kecil di dalam air seperti Daphina, Moina, dan Tubifex sp. Sedangkan reproduksi ikan cupang sendiri terjadi ketika ikan jantan mengelurkan sperma di sekitar sel-sel telur yang dikeluarkan oleh ikan betina. Ikan cupang memijah pada malam hari dengan suhu 26.5 °C-31.0 °C, pH 6.0-8.0, dan DO 6.6-7.3 ppm. Dalam hal pemijahan, ikan cupang memerlukan tanaman air sebagai substrat untuk sarang busa yang berfungsi sebagai peletakkan telur. Telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dalam kurun waktu 3 hingga 4 hari (Wahyudewantoro, 2017).
Betta splendens (Perkasa, 2001)
Daftar Pustaka
Agus, M., Mardiana, T.Y., Nafi, B. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami Daphnia, Jentik Nyamuk, dan Cacing Sutera Terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang Hias (Betta splendens). Pena Akuatika, 2(1): 21-29.
Kottelat, M. 2013. The Fishes of The Inland Waters of Southeast Asia: A Catalogue and Core Bibliography of The Fishes Known To Occur In Freshwater, Mangroves, and Estuaries. The Raffles Bulletin of Zoology, 27: 1-663.
Perkasa, B.E. 2001. Budidaya Cupang Hias dan Adu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rachmawati, D., Basuki, F., Yuniarti, T. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Testis Sapi Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap Keberhasilan Jantanisasi Pada Ikan Cupang (Betta sp.). Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1): 130-136.
Wahyudewantoro, G. 2017. Mengenal Cupang (Betta spp.) Ikan Hias Yang Gemar Bertarung. Warta Iktiologi, 1(1): 28-32.
Yustina, Arnentis, Darmawati. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta splendens Di Habitat Buatan. Jurnal Natur Indonesia, 5(2): 129-132.
Penulis : Ridwansyah (Akuakultur 2019)
Editor : Dhea Meidiana